Siang hari di bawah matahari yang bersinar panas, taman memancarkan kombinasi cantik dari warna kuning, jingga dan merah. Mengembang di halaman rumput yang terawat indah.
Namun semua warna terasa luntur dari duniaku, ketika dokter memvonis bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk melawan kanker para-paru yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku akibat kebiasaan merokok selama bertahun-tahun.
Sulit melihat keindahan dunia ketika hidupmu sudah di ujung hari. Tapi, untungnya ada senyum putriku yang memberi kehangatan untuk hati ini. Hampir setahun dia merawatku, dan aku mulai bisa menikmati hal-hal kecil bersamanya. Tawa setelah makan bersamanya, menghisap rokok terkahirku setiap matahari terbenam, wangi bunga mekar di halaman, oksigen murni nan segar yang mengalir saat napasku terhubung dengan selang di tabung silinder itu, dan berbagai hal kecil lainnya.
Namun, kegembiraan itu harus berakhir ketika menantuku kehilangan pekerjaanya. Tawa di keluarga kami yang semakin jarang terdengar di gantikan dengan suara pertengkaran mereka berduam ditambah dengan makanan yang mulai tak beraroma, membuat hidupku kembali suram.
Aku tahu tagihan medisku terus bertambah setiap harinya. Aku juga tahu putriku terpaksa berhenti bekerja untuk merawatku. Aku tahu betapa beratnya hidup yang telah mereka lalui. Tetapi aku baru mengetahui itu semua ketika mendengar menantuku bertengkar dengan para debt kolektor. Sampai aku tahu dia telah mengambil pinjaman di bank. Sampai aku menemukan polis asuransi jiwa baru atas namaku yang dibuat tanpa sepengetahuanku.
Saat itu akhrinya datang, ketika dia bersikeras menyuruh putriku pergi ke luar kota bersama teman-teman wanitanya selama akhir pekan. Aku tahu saat itu telah datang ketika ia sudah minum-minum, padahal hari bahkan belum sore. Aku tahu ini saatnya ketika ia menghabiskan waktu terlalu lama di dapur.
Tetapi aku tetap sabar menunggu. Aku sudah terbiasa. Aku terbiasa menunggu di kantor dokter, aku terbiasa menunggu berbulan-bulan kemotrapi dan operasi. Jadi ketika dia datang ke kamarku, aku sudah siap, aku tidak takut lagi.
Dia menutup pintu di belakangnya saat masuk.
Dia meminta maaf, dia berkata bahwa dia tidak dapat menunggu kematianku lebih lama lagi. Dia memutus selang oksigenku .. duduk menunggu di sampingku dengan raut sedih di wajahnya, berharap istrinya tidak mengetahui perbuatannya.
Tapi, aku bisa melihat senyuman kecil di bibirnya, aku tidak yakin apakah itu karena bunga yang penuh warna warni di halaman depan atau karena kamar ini telah terbanjiri dengan oksigen murni yang mengalir keluar dari tangki silinder yang dia buka.
Aku tahu, ini akhir hidupku. Aku hanya berharap agar putriku akan memiliki kehidupan yang lebih baik.
Aku menyalakn rokok terakhirku, ruangan ini sekarang sama dengan warna-warni taman yang memancarkan cahaya kuning, jingga dan merah namun berkobar indah di tubuh kami.