Paman Aoi: “Kami juga ingin membantumu. Tapi dia tidak hanya menghancurkan tongkat di dalam kotak, dia juga melihat makhluk itu… kalian juga melihatnya, bukan? Apa yang kalian lihat adalah gadis kuil yang dimakan oleh ular. Kalian melihat bagian bawahnya, kan? Apakah kamu mengerti arti di balik bentuk tongkat itu sekarang?”
“…Hah?”
Baik A maupun aku sendiri tidak mengerti apa yang dia maksud. Bagian bawahnya? Kami justru melihat bagian atasnya.
A: “Um, kamu mengatakan bagian bawahnya… Tapi yang kami lihat adalah bagian atasnya…”
Baik Aoi dan pamannya terkejut mendengar ucapan kami.
– Kankandara (Part 4)
•••
Paman Aoi: “Hei hei, apa yang kamu bicarakan? kalian memindahkan tusuk giginya, kan? Jika benar, kelian seharusnya melihat bagian bawahnya. ”
Aoi: “Gadis yang muncul di depan kalian tidak memiliki tubuh bagian bawah? Kalau begitu, berapa banyak lengan yang dia miliki? ”
“Dia memiliki enam lengan. Tiga di setiap sisi. Dia tidak memiliki tubuh bagian bawah,” Aku dan A saling mengkonfirmasi untuk menjawab pertanyaan itu. Tiba-tiba lelaki tua itu berjalan dan mendekati kami.
Paman Aoi: “Apakah kamu yakin? Kalian benar-benar tidak melihat bagian bawahnya? ”
Aku: “Y-ya…”
Orang tua itu menoleh ke ibu B dan tersenyum.
Paman Aoi: “Bu, mungkin sekarang ada yang bisa kita lakukan.”
Kami menahan napas, menunggu apa yang akan dia katakan selanjutnya. Aoi dan lelaki tua itu menjelaskan maksudnya.
Aoi: “Ada dua cara untuk membangkitkan dendam gadis kuil. Hal pertama yang tidak boleh kamu lakukan adalah mengubah bentuk tusuk gigi dalam kotak. Yang kedua adalah kamu tidak boleh melihat sosoknya seperti yang diwakili oleh tusuk gigi itu. ”
Paman Aoi: “Dalam prakteknya, jika kamu memindahkan tusuk gigi itu, maka semuanya sudah berakhir, karena gadis kuil dalam bentuk serupa akan segera muncul untuk mengejarmu. Tetapi untuk beberapa alasan ternyata kalian tidak melihatnya. Kalian akan melihat hal yang sama dengan anak laki-laki yang memindahkan tusuk gigi itu. Jadi jika kalian tidak melihat apa-apa maka itu berarti kemungkinan dia juga tidak melihat apa-apa. ”
Aku: “Apa maksudmu, ‘tidak melihat apa-apa’? Kami kan melihat…”
Aoi: “Itu memang sang gadis kuil. Tapi itu bukan Kankandara. Dia tidak punya keinginan untuk mengambil hidupmu. Dia tidak muncul di hadapan kalian sebagai Kankandara tetapi sebagai gadis kuil. Malam itu mungkin dia hanya ingin bermain dengan kalian.”
Jadi, apa yang dia coba katakan adalah bahwa Kankandara dan gadis kuil itu merupakan eksistensi yang sama… tetapi juga terpisah.
Paman: “Jika Kankandara tidak muncul malam itu, apa yang menyerang bocah itu seperti yang dikatakan Aoi, hanya gadis kuil yang ingin bermain. Jadi jika kamu meninggalkannya bersama kami, mungkin akan memakan waktu lama, tetapi mungkin kami dapat melakukan sesuatu untuknya.”
Ketegangan di udara menghilang untuk pertama kalinya. Sudah cukup untuk mengetahui bahwa B dapat ditolong, dan ekspresi wajah ibunya saat itu benar-benar menakjubkan. Rasanya seperti semua kekhawatiran dan kecemasan yang dia tahan selama beberapa hari, hilang sekaligus. Itu adalah jenis senyum yang dapat membuat siapapun terharu.
Melihatnya seperti itu, suasana hati Aoi dan lelaki tua itu juga lebih tenang. Kali ini mereka lebih terlihat seperti orang pada umumnya.
Paman Aoi: “Kami akan secara resmi menerima anak itu. Kami akan menjelaskan semuanya nanti. Sedangkan untuk kalian berdua, Aoi akan membersihkan kalian dan kemudian kalian bisa pulang. Cobalah untuk tidak sembrono di masa depan. ”
Setelah itu dia berbicara sedikit lagi tentang apa yang akan terjadi pada B, kami pun berpisah dengan ibunya di sana untuk disucikan dan diizinkan pulang. Salah satu aturan keluarga adalah bahwa kami tidak dapat melihat B, jadi kami tidak tahu apa yang mereka lakukan dengannya.
Aku tidak tahu apakah mereka mengatakan bahwa dia pindah sekolah atau semacamnya, tetapi setelah itu kami tidak pernah melihatnya lagi. Tidak ada kabar bahwa dia masih hidup atau tidak, tetapi kemungkinan dia sudah pulih sepenuhnya dan sekarang tinggal di suatu tempat dengan damai.
Di sisi lain, setelah menjadi orang yang menjadi pemicu semua peristiwa ini, ayah B tidak pernah menunjukkan wajahnya lagi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan dari semua ini.
Sedangkan A dan aku sendiri, sudah menganggap semuanya baik-baik saja. Ada beberapa alasan untuk itu, tetapi hal terbesar bagi kami adalah ibu B.
Karena beliau, rasanya benar-benar membuatku berpikir tentang apa arti kata ‘ibu’. Setelah itu, baik Aku dan A mencoba untuk lebih dekat dengan orang tua kami sendiri, sedikit demi sedikit. Bukan hanya itu, tapi kami secara alami berhenti melakukan hal-hal bodoh seperti itu.
Selain itu, inilah yang kami pelajari. Para gadis kuil yang berkumpul pada tanggal tertentu adalah penasihat dari rumah-rumah tertentu. Mereka mengerti betapa berbahayanya Kankandara, dan keberadaannya disamakan dengan dewa.
Ular besar dalam cerita itu rupanya adalah dewa gunung dan hutan. Karena itu, setahun sekali mereka menampilkan lagu dan tarian dan membacakan doa Shinto untuknya.
Adapun suara yang kami dengar saat memasuki hutan, ternyata adalah Kankandara yang sedang berjalan di sekitar area yang dipagari. Tapi segi enam dan kotak itu seperti segel, jadi selama tidak ada yang menghancurkannya, dia jarang menunjukkan dirinya.
Menurut aturan untuk tempat mengadakan kebaktian, hanya dibatasi pada bagian tertentu dari gunung atau hutan yang dipilih dengan sangat hati-hati, sampai ke bagian terkecil. Secara umum, Kankandara tidak akan meninggalkan area itu, tetapi jika ada pagar di sekitarnya, maka seperti yang kita lihat ada saat-saat dia mungkin bergelantung di luar.
Itu saja yang aku tahu.
Sepertinya makhluk itu telah dipindahkan dari tempat kami tinggal sekarang. Aku tidak ingin pergi ke sana lagi, jadi aku belum pernah memeriksanya, dan setahun kemudian mereka mulai merobohkan pagar, jadi aku pikir dia memang ada di tempat lain sekarang.