Ini terjadi ketika aku masih di kelas 2 SMP. Ini tidak terlalu menakutkan, tetapi masih membingungkanku ketika aku memikirkannya sekarang.
Selama trismester tahun keduaku di SMP, aku sempat dibawa ke UGD karena Apendisitis akut. Saat itu tepat sebelum ujian akhir, jadi aku mengingat banyak hal dengan cukup jelas karena kekhawatiranku tentang kelulusan.
Aku ingat bahwa pagi itu, aku merasakan sakit yang luar biasa di perutku saat bangun, dan ambulans segera tiba untuk membawaku. Operasiku kemudian segera dijadwalkan di hari berikutnya, karena harus menunggu kondisiku menjadi lebih baik. Seharian aku menghabiskan waktu hanya dengan berbaring di ranjang rumah sakit.
Kamar yang kutempati cukup besar dan memiliki ruang untuk enam pasien, tetapi satu-satunya orang lain di sana selain diriku hanyalah seorang pria yang berada di ranjang sebelahku.
Setelah ibuku selesai bekerja hari itu, dia membawakanku beberapa barang untuk membantuku menghabiskan waktu selama aku di rumah sakit. Saat kami berbicara, seorang wanita yang tampak berusia 60-an masuk ke kamar. Nampaknya dia ingin menjenguk pria di sebelahku.
“Dia akan berada di sini sekitar seminggu,” kata ibuku kepada wanita itu. “Kuharap dia tidak terlalu mengganggumu.”
“Hahaha, dia akan baik-baik saja,” kata wanita itu sambil tersenyum, “dan aku yakin dia akan menjadi lebih baik sebelum kamu menyadarinya. Anak-anak memang begitu. ”
Dia tampak seperti wanita yang baik. Dia pergi ke balik tirai tempat tidur tetanggaku dan berada disana sekitar satu jam sebelum akhirnya pergi.
Jam berkunjung sudah berakhir, jadi ibuku juga pergi beberapa menit kemudian.
Malam itu aku kesulitan untuk tidur. Aku khawatir tentang operasiku besok dan tidak bisa berhenti memikirkannya, Teman sekamarku itu pasti menyadari kegelisahanku dan dia mulai mengajakku bicara.
“Sudah lama sejak ada orang lain yang tinggal di kamar ini. Aku bahkan tidak ingat sudah berapa bulan aku berada sendirian di sini. Hal itu benar-benar membosankan. Mengapa kau di sini?”
Aku tak bisa memastikannya, tapi kurasa dia adalah suami dari wanita yang tadi mengunjunginya. Suaranya terdengar ramah dan baik seperti wanita itu.
“Apendisitis,” jawab saya. “Perutku mulai sakit sekali tadi pagi. Ini menyebalkan karena aku ada ujian minggu ini.” Aku berbicara banyak tentang diriku sendiri, dari aktivitas klub hingga kehidupan pribadiku.
Aku benar-benar merasa kesepain karena tak ada keluargaku di sana, dan pria itu benar-benar membantu menenangkanku. Dia tertawa pada semua leluconku dan menjadi pendengar yang baik.
“Menjadi muda adalah sebuah berkah, nak.” katanya sambil tersenyum. “Aku senang mendengar bahwa kau tak sedang dalam kondisi terminal.”
“Oh, semua yang bermasalah ada padaku, hahaha! Tidak hanya satu. Aku mendekati akhir hidupku. Oh, jangan terlihat sedih. Aku sudah memiliki hidup yang luar biasa. Aku ragu aku bisa keluar dari sini lagi, tapi aku senang.”
Dia juga memberitahuku bahwa dia memiliki masalah dengan beberapa organnya dan mengalami kesulitan berbicara dalam waktu yang lama.
“Kau Salah!” Jawabku dengan suara yang sedikit keras. Untuk beberapa alasan, aku benar-benar menyukainya dan tidak ingin berpikir bahwa dia sedang sekarat.
“Aku mungkin akan keluar dari sini lebih dulu, tapi aku akan datang lagi dan mengunjungimu, dan suatu hari kau juga akan diizinkan keluar!” Sakitku tidak seberapa. Tapi aku merasa sedih mengetahui sudah berapa lama dia berada di sana. Aku hanya ingin membuatnya merasa lebih baik.
Pria itu kemudian tersenyum dan berterima kasih padaku.
Keesokan harinya, saya menjalani operasi. Aku berada di bawah pengaruh bius total, jadi aku tertidur sekitar setengah hari bahkan setelah prosedur selesai. Ketika aku bangun, hari sudah malam dan kedua orang tuaku sudah duduk di samping tempat tidurku.
Aku diberitahu bahwa aku harus tinggal di rumah sakit selama seminggu, dan jika semua berjalan dengan baik aku boleh segera keluar.
Aku senang mendengarnya, tetapi aku lebih ingin mengetahui tentang pria di tempat tidur sebelahku. Pria tua itu tadi ada di sana, tapi sekarang tempat tidurnya kosong. Aku berpikir bahwa mungkin dia telah dipindahkan ke kamar lain dan aku berjanji akan mencarinya nanti setelah keluar dari sini.
Pemulihanku berjalan lebih baik dari yang diharapkan, dan aku sudah boleh keluar di hari kelima. Ketika aku sedang membereskan barang-barangku untuk pergi, istri pria tua itu datang. Aku langsung menyapanya dan bertanya tentang dia.
Tapi kemudian aku melihatnya menteskan air mata dan tubuhnya bergetar. Saat itu entah kenapa aku tiba-tiba ikut sedih.
“Dia menulis surat untukmu,” katanya dengan suara bergetar. “Maaf aku tidak memberikannya kepadamu sebelumnya.”
Aku mengambil surat itu dan mempersiapkan diriku sebelum membacanya.
“Terima kasih telah menemaniku pada malam terakhirku. Tolong jaga dirimu baik-baik.”
Suratnya singkat, tulisannya berantakan dan nampak kaku. Suaraku tertahan, karena mencoba menahan air mata saat aku bertanya apa yang terjadi sebenarnya.
Kondisi pria itu rupanya menjadi sangat buruk disaat aku menjalani operasi. Para dokter melakukan yang terbaik untuk menyelamatkannya, namun mereka tidak berhasil.
“Aku sangat senang bisa berbicara dengannya malam itu,” kataku saat air mata semakin deras membasahi wajahku. “Aku takut dan kesepian, dan dia sangat baik padaku!”
Wanita itu mendegarkan apa yang kukatakan, dan ekspresinya seketika berubah menjadi terkejut. Dia kemudian menjelaskan kembali mengenai kondisi suaminya. Bahwa ada tumor yang diangkat dari tenggorokannya, tetapi operasinya tidak berjalan sesuai rencana.
Pita suaranya telah rusak parah dalam prosesnya, dan dia bahkan hampir tidak bisa bersuara, apalagi berbicara. Wanita itu merasa bahwa suaminya tahu jiak surat yang dia tuliskan untukku akan menjadi kalimat terakhirnya, dan entah bagaimana dia juga tau bahwa dia akan pergi untuk selamanya keesokan harinya.
Terkadang aku akan membayangkan berbicara dengan pria tua itu, dan samapi detik ini aku masih bertanya-tanya bagaimana kita bisa saling berbicara dengan begitu lama jika pita suaranya sudah tidak berfungsi.
Aku masih merasa semua ini aneh, tapi bagaimanapun dia adalah pria tua yang baik dan itu adalah suara paling ramah serta percakapan yang tak terlupakan.