Bukan Hak-ku Untuk Menghakimi

Bukan Hakku Untuk Menghakimi
CreepyPasta Indonesia

Soda, Snack, Cokelat.

Bip, bip, bip …

Aku dapat menebak bagaimana pria ini menghabiskan malamnya. Namun bukan hak-ku untuk menghakimi.

Wanita selanjutnya dalam antrean bahkan lebih mudah ditebak. Sebotol Wine, Anggur dan Kaset Film romantis.

Bip, bip, bip …

Namun lagi-lagi bukan hak-ku untuk menghakimi. Pekerjaanku hanya melakukan scan dengan barang belanjaan mereka dan mengeluarkan beberapa kata-kata saja.

“Butuh yang lainnya? Kantung kertas atau plastik? Cash atau debit?”

Pekerjaan sebagai kasir membuatku sama seperti pemeriksa mental seseorang. Ada alasan tersendiri aku bekerja tanpa terlalu memperhatikan para pelanggan terutama yang tidak aku kenal.

Ini semua karena kemampuan khusus yang kumiliki.

 “Bella, bisa tolong ambilkan kunciku?”

“Ah.. tentu saja .. Kau pulang awal hari ini, Clara?”

Aku bertanya padanya hanya untuk basa-basi saja. Seperti yang kukatakan, aku punya kemampuan khusus. Semacam penglihatan masa depan, dengan cara memegang barang-barang milik mereka.

Ketika menyentuh kunci milik Clara, aku langsung mengetahui bahwa ia akan bertemu dengan wakil manager kami, John Frederick dan berangkat menuju ke sebuah hotel.

“Iya, aku sedang kurang sehat” jawabnya.

Kuberikan kunci miliknya, dan hanya memandangnya berjalan keluar. Bukan hak-ku untuk menghakiminya. Lagipula tak ada satupun masa depan yang bisa kuubah.

 

Cerita CreepyPasta Indonesia


CreepyPasta Indonesia: Nikushiba


Antrean selanjutnya memecah lamunanku, di sana berdiri seorang wanita bertubuh mungil yang terlihat gugup.

Bip …

“Totalnya $19.83,” ucapku.

“Apakah itu sudah termasuk diskon pegawai?” tanyanya dengan memperlihatkan kartu member keluarga.

Perusahaan kami memang memberikan diskon khusus untuk para pegawai serta keluarga mereka yang berbelanja di sini.

“Ah.. Maaf, saya kurang teliti.” jawabku sambil menerima kartu debit pembayarannya.

Wanita tersebut kemudian memasukkan kartu debitnya ke dalam tas dan berjalan pergi. Mau tak mau aku-pun memanggilnya.

“Maaf Bu. Belanjaan anda tertinggal” 

“Ya Tuhan.. Aku memang pelupa. Suatu saat, bisa-bisa kepalaku yang tertinggal hehe.” jawab wanita itu berusaha melucu menutupi rasa gugupnya.

Hampir saja aku muntah ketika ia menyebutkan kata “kepala”. Untung saja berhasil kutahan dan kupaksakan sedikit senyuman untuk menganggapinya ketika memberikan belanjaan itu. Dan lagi, bukan hak-ku untuk menghakimi.

Aku hanya bisa berkata dalam hati, “Semoga, John menyukai palu baru anda. Nyonya Frederick.”

There are things known and there are things unknown, and in between are the doors of perception ~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
error: Alert: Konten Dilindingi !!