Di sekolah, setiap kelas pasti memiliki anah yang hmm.. “Aneh”. Kelas kami punya Si Imut.
Ada seorang anak di kelas kami yang menganggap dirinya adalah seekor anak kucing. Dia menyuruh kami semua untuk memanggilnya dengan sebutan “Imut”. Namun, dia bukan anak yang terbelakang, penampilannya juga tidak macam-macam, Di saat jam pelajaran dia anak yang cukup normal kok, malah dia salah satu murid tercerdas di kelas kami.
Hanya saja, kadang kala dia akan berprilaku seperti kucing, duduk di atas mejanya sambil mengeong dan menjilati tangannya. Dia bahkan akan menggesekkan tubuhnya ke tubuhmu dan mendengkur seperi kucing sungguhan, dan itu semua terlihat normal baginya.
Bagi orang dewasa, tentnya saja hal itu sangat aneh. Namun seperti yang kukatakan tadi, dia tidak pernah macam-macam. Tingkahnya lucu, sangat lucu bahkan. Saat istirahat, kami senang bermain dengannya dan dia menjadi teman “hewan” yang luar biasa.
Anak-anak kelas lain selalu menganggapnya aneh, tetapi teman-teman sekelasku semua senang mengikut permainannya. Aku juga tidak pernah menghakiminya, karena kau tahu.. dia hanya ingin menjadi dirinya sendiri. Aku tidak pernah takut padanya. Aku berpikir mungkin dia mencoba untuk menjadi lucu dan disukai anak lain.
Di suatu sore, saat kami sedang bermain, dia berkata “Miaww.. apakah kau ingin bertemu dengan saudara-saudaraku yang lain? miaww..”
Seharusnya aku menjawab tidak, karena aku punya perasaan hal tersebut akan menjadi aneh. Tapi aku penasaran, sehingga akupun mengiyakan tawarannya dan mengikutinya. Lalu tibalah kami di sebuah gudang.
Ketika sampai di depan pintu gudang itu, dia mulai berjalan masuk dengan cara merangkak seperti seekor kucing. Aku berjalan perlahan mengikurinya ke dalam gudang, aku juga bisa mendengar suara kucing dari dalam.
Tiba-tiba seekor kucung mencakar celanaku. Kucing lainnya melompat ke arahku dari jendela gudang dan mencakarku lagi, kali ini meninggalkan goresan dengan darah segar di lenganku. Ternyata gudang ini penuh dengan kucing liar dan mereka semua mendesis marah ke arahku. Aku mundur beberapa langkah ketika Si Imut merangkak ke tengah ruangan.
Dia mendesis sekali, dan semua kucing tersebut diam. Mereka berbalik ke arah Si Imut dan menatapnya dengan mata yang berkilau. Di tengah ruangan ada sebuah lingkaran yang terbuat dari kapur. Tidak ada kucing yang berani masuk ke lingkaran tersebut, di sana ada sekelompok tikus mati.
“Ayo makan,” kata Si Imut. Dia menatapku. Semua kucing mulai mengeong.
Aku melihatnya mengambil tikus dengan ekornya. Dia mengangkat wajahnya dan menggigit kepala tikus itu hingga lepas, lalu mengunyahnya.
Aku menyaksikan darah segar mengalir ke dagunya.
Dia menatapku.
“Miaww,” katanya. Dan semua kucing tesebut kembali mengeong kepadanya.