Reuni Keluarga

Reuni Keluarga

Hari Natal, adalah momen yang paling ditunggu oleh semua orang dengan penuh kegembiraan. Tapi tidak denganku.

Ayahku pergi meninggalkan kami ketika aku masih berumur 10 tahun. Ya, pasti kalian pikir itu tragis, namun semua itu hanyalah hal biasa di lingkungan kami yang keras. Ia meninggalkan kami tepat saat malam natal. Ia hanya mengatakan akan pergi untuk membeli kertas pembungkus kado namun tak pernah kembali, itulah hari terkahir kami melihatnya.

20 tahun telah berlalu, dan akhirnya ibuku bisa menerima kepergiannya. Sungguh sebuah proses yang sangat lambat untuk seseorang yang amat mencintainya. Ayah adalah segalanya bagi kami semua.

Beranjak dewasa tanpa seorang ayah memang sangat berat, namun kuberitahu sekali lagi, bahwa itu adalah hal yang biasa di lingkungan kami. Banyak juga teman-temanku yang harus tumbuh besar tanpa kehadiran seorang ayah. Aku pikir malah akan dianggap aneh jika ada anak yang orang tuanya masih lengkap, ya atau mungkin itu hanya caraku untuk menghibur diri sendiri. Aku pun tak tahu.

Ibu kemudian meninggal dua tahun lalu, dan kini akulah yang bertanggung jawab mengadakan reuni keluarga untuk acara makan malam Natal di rumah keluarga kami yang sudah tua ini. Tak ada satupun dari saudara-saudaraku yang ingin kembali ke rumah yang penuh kenangan menyakitkan ini, termasuk aku sebenarnya.

Namun kami semua tahu, seandainya ibu masih hidup, tentu ia ingin keluarganya berkumpul bersama setidaknya setahun sekali.

Reuni Keluarga di Rumah Angker

Seperti biasanya di reuni keluarga tahun ini, kedua adikku datang terlambat. Aku tahu memang aku tak pernah bisa mengandalkan mereka untuk datang tepat waktu ketika menghadiri suatu acara. Di antara kami tak ada yang bisa memasak, jadi kami hanya memesan pizza dan makan dalam keheningan di depan sofa yang berdebu.

“Dingin sekali di sini, Brian.” ucap adikku Danny sambil bergetar dingin “Apa ada yang tahu cara menyalakan perapian?” lanjutnya.

“Aku tak tahu.” jawab Jessica dan mereka berdua menatapku. Arggh, yah tentu saja, anak tertua pasti selalu mendapatkan tugas merepotkan yang tak ingin dilakukan oleh para saudaranya, sepertinya ini sudah menjadi hukum yang belaku antargalaksi.

Di dalam rumah sudah tersedia kayak bakar, jadi kami tinggal menaruh kayunya di perapian dan membakarnya saja. Namun sepertinya nasib sial masih ingin berada di dekatku. Sekarang asap perapian memenuhi ruangan karena ternyata ada sesuatu yang menghalangi cerobong asap kami.

“Rumah tua sialan!” bentak Jessica, “Mengapa tak ada yang beres di rumah ini!”

Perapian Seram

Ya, adikku benar. Ibu tak pernah repot memperbaiki apapun di rumah ini semenjak ayah pergi, termasuk perapian. Aku dan Danny sudah beberapa kali mengajukan diri untuk memperbaiki rumah ini, namun ibuku selalu menolaknya. Ia ingin segalanya tetap seperti apa adanya, karena ia percaya, suatu saat ayah akan kembali.

“Kupikir aku tahu apa yang salah. ternyata Ada yang menyumbat di sini!” ucapku ketika sapu yang kugunakan untuk membersihkan cerobong asap mengenai sesuatu. Sesaat setelah itu kami mendengar suara gemeretak disertai dengan bau busuk yang sangat memuakkan, lalu sesuatu jatuh dari atas.

“BRAAAAK!!!”

Ternyata itu adalah kerangka dengan tulang belulang kering mengenakan kostum Santa Claus, jatuh mendarat tepat di atas kayu perapian yang telah padam namun masih panas. Kami melompat mundur. Jessica dan Danny sampai terjatuh ke lantai. Sebuah tas beludru berwarna merah ikut terjatuh dan menumpahkan semua isinya, yang ternyata kado-kado berpita kusam bertuliskan nama-nama kami.

Ternyata selama ini ibu benar. Ayah pada akhirnya akan kembali.

 

There are things known and there are things unknown, and in between are the doors of perception ~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
error: Alert: Konten Dilindingi !!