Mantra yang Diajarkan Nenekku

CreepyPasta Indonesia Mantra yang Diajarkan Nenekku
Mantra yang Diajarkan Nenekku adalah Creepypasta Indonesia yang menceritakan tentang seorang anak yang diberikan mantra untuk keberuntungan dan menyembuhkan sakit dari neneknya.

•••

Ini semua dimulai sekitar 40 tahun yang lalu. Ketika aku masih kecil, ibuku bercerai dan membawaku kembali ke rumah keluarganya di pedesaan. Itu adalah sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan.

Hanya sedikit yang tinggal di sana sehingga semua orang saling mengenal, dan tempat itu sangat kecil bahkan tidak ada supermarket, hanya toko kecil yang menjual barang sehari-hari.

Ada dua laki-laki dan satu perempuan seumuran denganku, dan aku dengan cepat berteman dengan gadis itu, Kii-chan. Kedua anak laki-laki itu pengganggu jadi aku mencoba menghindari mereka, tapi Kii-chan dan aku sering bermain di sungai dan sawah terdekat.

Suatu hari, Kii-chan datang dan menyarankan agar kami mencari dan makan beberapa stroberi liar di pegunungan. Namun aku takut babi hutan, beruang, dan ular, ditambah aku khawatir tentang apa yang mungkin kami hadapi jika kami jatuh ke rawa atau dari atas air terjun.

Ditambah lagi nenekku selalu bercerita malam demi malam tentang Tengu dan Yokai lainnya, juga melarangku untuk memasuki hutan, jadi aku ragu-ragu dengan ide Kii-chan.

Kii-chan yang lahir dan besar di desa, sudah terbiasa dengan cerita seperti itu. Dia bilang kami akan baik-baik saja dan segera pulang, jadi pada akhirnya telah diputuskan. Kami akan naik ke pegunungan.

Awalnya aku memang tidak mau, tapi kami berpapasan dengan seseorang dalam perjalanan menuju pintu masuk, dan Kii-chan memberitahuku semua tentang berbagai pohon, jamur, sayuran, dan bahkan kepiting air tawar lokal selama perjalanan, jadi aku dengan cepat melupakan keragu-raguan ku dan tersesat dalam petualangan.

Dalam perjalanan ke atas, kami melewati sebuah kuil kecil di samping sebuah batu besar. Kii-chan menyatukan tangannya dalam doa saat kami melewatinya, jadi aku melakukan hal yang sama. Aku semakin bersemangat pada rangkaian acara yang tidak biasa ini.

Kami kemudian tiba di area dengan stroberi liar. Perjalanan yang tidak terasa karena percakapan dengan Kii-chan sangat menyenangkan. Bagaimanapun, kami sangat senang sehingga kami dengan segera menggali, mencari buah merah kecil yang tampak seperti permata berharga di mataku.

Saat aku mendaki lereng untuk mengambil beberapa stroberi di sana, Kii-chan tiba-tiba terpeleset, membuat lutut dan sikunya terluka. Melihatnya berdarah (walaupun itu hanya goresan), dan merasa bersalah karena “mengkhianati” nenekku dengan melawan kata-katanya untuk memasuki gunung, aku tiba-tiba menjadi takut dan memberitahu Kii-chan bahwa aku ingin pulang.

“Aku baik-baik saja, dan ada lebih banyak stroberi sedikit lebih jauh di sana,” kata Kii-chan, tapi dia berubah pikiran begitu aku menangis dan kami akhirnya kembali menuruni gunung bersama.

Malam itu, saat aku mandi dengan nenek ku, aku bercerita tentang keseharianku seperti yang selalu kulakukan dan secara tidak sengaja menyebutkan tentang naik gunung.

Aku pikir dia akan marah, tetapi ternyata dia hanya mengangguk dan mendengarkanku sampai selesai. Kemudian, setelah berpikir sejenak, dia memberitahuku sebuah mantra yang dia tahu akan membantu menyembuhkan sakit, dan memberikan keberuntungan.

Itu adalah sesuatu yang belum pernah kudengar sebelumnya dan terasa aneh, mantra itu memiliki arti yang sama dengan “hal-hal buruk pergilah, kembali ke tempat asalmu.”

Kamu harus mengucapkannya dari lubuk hati, menempatkan semua energi dan kekuatanmu ke dalam titik pusar, jika tidak maka itu tidak akan berhasil. Dan itu adalah mantra khusus, jadi kamu hanya bisa menggunakannya sesekali, katanya.

Aku mengulanginya berulang-ulang sampai aku mengingatnya, dan mempelajari gerakan yang harus dilakukan juga. Kemudian nenek membuatku berjanji untuk tidak naik ke gunung lagi, karena semua orang akan sedih jika sesuatu terjadi padaku di sana.

Keesokan harinya, aku langsung mempraktekan mantra keberuntungan itu untuk Kii-chan. Aku meletakkan tanganku di atas luka-lukanya dan menggerakannya, melakukan yang terbaik untuk tidak melihat wajahnya saat aku melantunkan mantra tersebut (nenekku mengatakan akan lebih baik untuk melihat bagian bawah leher orang itu).

Aku sangat fokus untuk membuat Kii-chan lebih baik hingga aku berkeringat ringan. Ketika aku selesai dan menatapnya, dia tampak mengerutkan keningnya, tetapi kemudian tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia kemudian tertawa saat melihat keringat di dahiku.

Dia memintaku untuk naik ke gunung bersamanya lagi berkali-kali setelah itu, tetapi aku selalu mengatakan tidak. Aku melihat betapa sulitnya perceraian untuk ibuku, jadi aku tidak ingin melakukan apapun yang mungkin menyakitinya seperti itu lagi.

Kami tinggal di desa itu untuk sementara waktu, hingga tak lama kemudian tiba saatnya untuk pindah. Kii-chan sangat kesal tentang itu, dan aku juga tidak ingin meninggalkannya, jadi kami berdua menangis tersedu-sedu. Kami berjanji untuk berkumpul dan mencari stroberi liar bersama lagi kapan-kapan.

Saat kami meninggalkan desa, aku melihat Kii-chan di dekat pegunungan dari mobil. Aku melambai padanya sekeras yang aku bisa, tapi dia sepertinya tidak melihatku.

Aku pikir itu tidak akan terlalu lama sampai aku bisa bertemu Kii-chan lagi, tetapi tidak lama setelah pindah ibuku menikah lagi, lalu kakekku tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, jadi nenekku pindah dan tinggal bersama kami.

Kemudian ibuku hamil, dan kakekku meninggal, ibuku kemudian melahirkan, lalu nenekku sakit dan meninggal, kami pun pindah lagi … banyak hal dan kejadian yang terus menumpuk satu sama lain, dan kami tidak pernah kembali ke desa itu lagi.

Akhirnya aku pun kuliah, dan mulai hidup sendiri untuk pertama kalinya.

Selama kelas tentang cerita rakyat Jepang, aku ingat mantra yang diajarkan nenekku, jadi aku pergi untuk bertanya kepada profesor tentang hal itu. Ternyata hal ini juga membuatnya penasaran, jadi dia menuliskan mantra dan gerakannya kemudian berkata akan menyelidikinya untukku. Aku senang bahwa mantra super istimewa nenekku telah menarik minatnya.

Beberapa minggu kemudian, dia memanggilku dan memberitahu semua yang dia pelajari tentang mantra itu.

Kata-kata yang digunakan dalam mantra adalah kombinasi dari dua dialek yang berbeda (keduanya dari daerah yang agak kuat), dan di atas itu ada ekspresi kuno juga. Mantra itu diterjemahkan menjadi, “Aku tahu bentuk aslimu, menjauhlah dariku, jangan dekati aku, kembali dari mana kamu datang, jika tidak, aku akan mengutukmu dengan semua kekuatan keluargaku.”

Dia bingung apakah mantra itu benar-benar membantu menyembuhkan sakit atau berfungsi sebagai jimat keberuntungan. Ekspresi dan kata-kata yang digunakan terlalu kasar, dan itu terdengar seperti kutukan, jadi dia tidak yakin.

Aku juga bingung, tetapi aku mengatakan kepadanya bahwa aku yakin itulah yang dikatakan nenekku.

Aku kira itu hanya sekedar ucapan “sakit, sakit, pergilah!”, dan tidak lebih dari mantra yang dilebih-lebihkan, jadi aku telah menggunakannya pada banyak orang selama bertahun-tahun (Kii-chan bukan satu-satunya, aku juga melakukannya pada teman dan adik laki-lakiku ketika mereka terluka).

“Jadi itu bukan mantra keberuntungan? Itu kutukan?” Aku bertanya kepadanya, tetapi dia mengatakan bahwa kutukan tidak semudah itu dilakukan.

Ditambah kata-kata dalam mantra itu cukup sulit, jadi mengingatnya diluar kepala adalah tidak mungkin, dan bahkan jika kamu bisa melakukannya, dan kamu tidak melakukan mantra dengan sekuat tenaga maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, katanya.

Aku agak lega.

Aku ingin tahu mengapa nenekku mengajariku mantra seperti itu untuk digunakan pada temanku, tetapi dia sudah meninggal. Setelah melahirkan saudara laki-lakiku, ibu kami sering jatuh sakit, jadi aku mengajarinya mantra yang sama. Hal ini membuatku khawatir, sehingga malam itu aku menelepon ke rumah dan menanyakan berbagai pertanyaan kepada ibu.

Aku bertanya apakah dia tahu tentang mantra itu, dan dia berkata ketika dia melihatku menggumamkan sesuatu dan menggerakan tanganku di hadapannya, dia pikir itu hanya sesuatu yang pernah kami lihat di TV. Dia juga mengatakan sesuatu tentang neneknya nenekku yang berasal dari daerah yang sama dengan dialek lain dalam mantra itu. .

Ibu juga mengaku tidak tahu apa-apa tentang Kii-chan, dan bersikeras bahwa tidak ada anak gadis lain di desa itu. Aku kemudian menyuruhnya untuk memberikan telepon ke saudara laki-lakiku dan aku mengatakan kepadanya bahwa dia tidak boleh menggunakan mantra itu lagi, tetapi dia masih muda dan tidak mendengarkan ucapanku dengan serius.

Berbicara dengan ibu tidak akan menyelesaikan apa pun, dan tidak hanya dia mengklaim bahwa Kii-chan tidak pernah ada, kakek-nenekku juga sudah meninggal jadi aku juga tidak bisa berbicara dengan mereka.

Aku pergi ke tempat tidur, berharap teman lama yang tidak pernah kujumpai lagi tidak menggunakan mantra itu. Aku tidak bisa tidur, dan aku mengingat segala macam hal tentang desa yang nenekku katakan kepadaku.

Kisah tentang seseorang yang telah meninggal di pegunungan dan berubah menjadi Yokai (yang jahat), yang kesepian dan turun ke desa untuk mencuri anak-anak. Kemudian kisah Tatsuo dan Kiyo, saudara kandung yang telah dikorbankan ke gunung sejak lama. Kuil kecil yang kulihat di pegunungan itu didedikasikan untuk mereka.

Orang yang kami lewati dalam perjalanan untuk memetik stroberi, rasanya seperti dia memperingatkan kami bahwa anak-anak tidak boleh naik ke gunung sendirian. Pikiranku kacau.

Apakah Kii-chan itu Kiyo? Aku tidak pernah tahu di mana dia tinggal, dan pria yang kami lihat di pintu masuk gunung (aku pikir dia berusia setara anak SMP) juga bukan seseorang yang ku kenal, jadi siapa dia? Aku semakin bingung dan tidak bisa tidur sepanjang malam.

Aku tidak tahu apakah semua yang ada di kepalaku ini terkait, tetapi aku pikir akan ada alasan mengapa nenekku mengajari mantra itu.

Dia bisa saja hanya menyuruhku berhenti bermain dengan Kii-chan, tapi karena orang tuaku bercerai dan kepindahan kami mengubah segalanya begitu tiba-tiba, serta aku yang masih terbangun di malam hari sambil menangis dan mengompol, jadi dia mungkin merasa bahwa aku belum bisa diberi nasihat.

Dan cara lain adalah dengan mengajariku mantra yang dia pikir akan melindungiku. Dia menjagaku saat bekerja di ladang, dia memasak untukku dan mandi bersamaku dan tidur di kamar yang sama, menggosok punggungku ketika aku terbangun dan menangis. Aku benar-benar berterima kasih atas semua yang dia lakukan.

Jadi, ini mungkin terdengar konyol, tapi mau tak mau aku berpikir bahwa mungkin dengan mengajariku mantra itu, dia memperpendek umurnya sendiri.

Itu mungkin hanya kebetulan, tetapi ketika aku mencoba menghilangkan rasa sakit kakekku di rumah sakit, dia meraih tanganku dan menghentikanku. Bahkan sekarang ingatan itu masih membekas di benakku hingga sekarang.

There are things known and there are things unknown, and in between are the doors of perception ~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
error: Alert: Konten Dilindingi !!