** JASON – BUTA
Aku berjalan perlahan untuk memastikan aku tak tersandung sesuatu dan jatuh. Hampir setiap lantai kayu yang kuinjak berdecit, rumah ini memang sudah sangat tua, pikirku. Anna yang berada di sebelahku, memeluk erat lenganku dan ia yang memanduku untuk menelusuri rumah ini.
Namun ini bisa menjadi yang kesekian kalinya dia membuat kami tersesat. Akupun menuliskan bahasa isyarat di telapak tangannya dengan jariku, “Apa kau baik-baik saja?”
Aku mendengar desahan kesalnya, dia menjawab dengan suara yang parau, “Aku baik-baik saja, Jason. Ayo kita tetap mencari oke?”
Nada takutnya terdengar jelas di telingaku. Nafasnya pendek seperti seseorang yang baru saja menangis. Genggaman tangannya di lenganku semakin erat, membuktikan memang ia sedang ketakutan. Ia hanya tak mau mengakuinya, ia tak pernah terbuka denganku.
Aku sudah lama mengetahui memang ada sesuatu yang salah. Aku juga tahu gadis – gadis lain suka membully-nya. Sebenarnya kami ingin mencari bantuan, namun yang terjadi malah memperburuk keadaanya. Setiap hari, aku bisa mendengar isakan tangisannya dan aku selalu bisa merasakan memar di tangannya.
Dan sekarang, gadis gadis sial itu melempar alat bantu dengar Anna ke dalam rumah tua ini. Kami sudah hampir dua jam mencarinya dan kurasa ini mungkin waktunya untuk menyerah dan pulang. Saat aku ingin mengatakannya pada Anna, tiba-tiba aku mendengar suara aneh.
“Anna, apa itu kau?” Tanganku naik dan berusaha merasakan wajahnya. Begitu aku melakukannya, ia menoleh dan tangannya mengelus pipiku. Aku kemudian menurunkan tanganku dan menulis isyarat di telapak tangannya.
“Kurasa aku mendengar sesuatu. Bisakah kau periksa belakang kita?”
** ANNA – TULI
Ya, kisah kami memang terdengar seperti yang ada di film: “Wanita Tuli dan Pria Buta”, terdengar romantis, namun itulah kami. Kami berdua selalu saling melengkapi. Dia menjadi telingaku dan aku menjadi matanya.
Aku tahu Jason selalu merasa cemas terhadap keadaanku, dan itu membuatku merasa bersalah. Andai saja aku bisa membela diriku sendiri, maka aku takkan perlu membuatnya menolongku terus seperti sekarang ini, dan aku juga tak perlu menariknya ke rumah seram ini.
Gadis – gadis sial itu melakukannya lagi, mereka melempar alat bantu dengarku ke dalam rumah tua ini yang entah sudah terbengkalai berapa puluh tahun lamanya. Namun semua orang tahu cerita-cerita mengenai rumah ini, dimana pemilik terakhirnya membantai seluruh keluarganya tanpa sebab. Desas-desus mengatakan bahwa siapapun yang memasuki rumah ini tidak akan bisa keluar lagi.
Well, tentu saja aku tak percaya hantu. Aku selalu merasa cemas jika tidak menggunakan alat bantu dengar, seolah-seolah lingkungan sekitarku tidak ada kehidupan karena aku tidak bisa mendengar apa-apa, itu juga yang membuatku memeluk erat lengan Jason.
Sudah beberapa jam kami di rumah ini, Cahaya senter sudah kuarahkan ke seluruh penjuru rumah ini, namun alat dengar terkutuk itu masih belum dapat kami temukan.
Jason menulis isyarat di tanganku. “Anna, apa itu kau?”
Lalu aku merasakan wajahnya menyentuh wajahku. Aku pun menoleh dan mengarahkan senter kedepan. Lalu ia menulis lagi ““Kurasa aku mendengar sesuatu. Bisakah kau periksa belakang kita?”
Tak perlu.
Karena apapun itu, ia sedang tak ada di belakang kami, sebab aku melihatnya berdiri di depan, sedang mengelus pipi Jason.