Sebelumnya di Kotak Mainan Iblis Part 1:
Begitu kata-kata itu terlintas di benakku, kami mendengar langkah langkah kaki yang mendekat. Erin dan aku langsung terkejut lalu berdiri berbarengan dan bertukar pandangan panik sebelum berbalik menghadap ke hutan yang berbatasan dengan kebun buah.
Seorang pria paruh baya dengan rambut panjang acak-acakan muncul dari kegelapan dan berada dalam jangkauan senter kami. Dia memegang lentera listrik dan mengenakan jubah mandi terbuka di atas kaus putih kotor dan celana olahraga.
Will Sawyer pada dasarnya adalah Vincent Price jika dia membintangi Big Lebowski. Dia tersenyum dan mengacungkan jempol saat dia berkata, “Kamu di sini untuk kotak-nya?”
“Begitulah,” jawab Erin dan Will menatapnya seolah dia tidak tahu apa artinya itu.
“Pernahkah kamu melihat orang ini?” Aku mengangkat foto Troy yang dikirim Erin ke ponselku saat Will mulai mendekati kami. Dia memicingkan mata ke gambar itu.
“Mungkin…” katanya.
“Kapan itu?”
“Beberapa minggu yang lalu. Dialah yang masuk ke dalam kotak mainan ini. Berlangsung hampir tiga menit. Lalu dia lari, berteriak. “
Erin mendesah tajam. “Melarikan diri? Lari KEMANA? ”
Will mengacungkan jempolnya ke sepetak gelap hutan belantara di belakangnya dan menjawab, “Ke dalam hutan sialan! Memangnya kau pikir kemana lagi? Aku membuka pintu itu dan dia keluar, telanjang dari pinggang ke bawah. Celana dalamnya berada di kepala, dan celananya melilit di lehernya seperti syal. Sejujurnya.. itu sangat lucu hehe”
Erin menutup mulutnya saat matanya mulai berlinang air mata. Will menyeringai dan berkata, “Kamu ingin melihat ke dalam?”
“Kami di sini bukan untuk kotak itu,” kataku, melangkah ke depan Erin dan menatap Will.
“Tapi itu sangat menakjubkan,” kata pria itu sambil menunjuk ke arah pintu lebar Kotak Mainan Iblis itu, yang perlahan terbuka. Interiornya diselimuti kegelapan, tapi aku masih bisa melihat sesuatu yang samar-samar berbentuk manusia bergerak di dalam kotak. Ya, persetan dengan itu.
“Lari!” Aku meraih lengan Erin dan menariknya bersamaku saat aku berlari menjauh dari wahana Kotak Mainan. Aku bisa mendengar sesuatu mengejar kami saat kami berlari kembali ke pintu masuk kebun dan aku mengatakan “sesuatu” karena itu tidak terdengar seperti seseorang.
Yang kudengar bukanlah langkah kaki, melainkan satu suara gesekan panjang, disertai dengan napas basah yang mengingatkanku pada anjing yang terengah-engah.
Syukurlah, Jason mendengarku menjerit saat dia dan Gretchen mencapai mobilku. Mereka berbalik untuk melihatku dan Erin berlari ke arah mereka dengan ekspresi teror yang sama. Jason pasti juga melihat sekilas makhluk yang mengejar kami karena wajahnya sendiri menjadi pucat.
Dia dengan cepat membuka mobil ku dan melemparkan dirinya ke belakang kemudi, berteriak agar Gretchen segera masuk. Dan setelah dia memasang sabuk pengaman, dia menyalakan mesin dan melaju ke arah kami, menutup celah dalam beberapa saat.
Jason menginjak rem saat dia mendekat dan mobil itu menderu berhenti beberapa inci dari kami. Aku pergi untuk membuka pintu belakang penumpang tetapi terkunci. Begitu pula sisi Erin. Aku membenturkan tanganku ke jendela dan menunjuk ke tombol penguncian pintu.
Jason berkata, “Oh Sial!”
Dia berbalik dan mengamati kontrol pintu di sisi pengemudi, mencari tombol yg kumaksud. Suara gesekan semakin dekat, tetapi aku menolak untuk melihat ke belakang dan menggedor jendela sekali lagi. Jason yang frustrasi akhirnya bersandar ke kursi belakang dan membuka kunci pintu secara manual, tetapi saat itu, aku sudah tertangkap olehnya.
Aku dapat mengingat ada sesuatu yang menyeretku masuk ke hutan. Tapi aku tidak ingat hal lainnya, selain rasa samar seperti aku telah disengat serangga beracun paralitik. Aku merasakan aliran udara menerpa wajahku saat pintu tertutup di depanku. Kemudian lampu menyala dan aku menyadari di mana aku berada. Di dalam Kotak Mainan Iblis.
Konstruksi ruangan itu sebenarnya cukup mengesankan. Lantainya adalah lembaran tebal Plexiglas transparan yang dilapisi di atas cermin yang identik dengan yang membentuk langit-langit dan dinding.
Dengan pintu tertutup, cermin di sisi lainnya sama mulusnya dengan yang lain. Bola lampu neon tipis membentang di antara celah-celah tempat masing-masing cermin bertemu dengan cermin berikutnya, membanjiri ruangan dan pantulannya yang tak berujung dalam cahaya kuning pucat.
Aku membuat kesalahan dengan melihat ke jurang refleksi di bawahku dan hampir pingsan. Aku memejamkan mata dan mengulurkan tangan, merasakan dinding terdekat. Aku bersandar sambil mencoba memaksa kepalaku untuk berhenti berputar. Seseorang membisikkan namaku.
“Joel…” Aku membuka mata untuk melihat bayanganku tersenyum padaku saat berkata, “Kamu adalah miliknya sekarang.”
Aku menjerit kaget dan mundur dari cermin tempatku bersandar. Sesuatu sedang bergerak di belakang bayanganku. Awalnya sulit untuk melihat apa itu, tetapi ada sesuatu yang naik MELALUI koridor pantulanku, menuju ke arahku.
Ketika semakin dekat, aku melihat bahwa sesuatu itu adalah DIRIKU. Namun sosoknya terlalu kabur, seolah pantulan diriku ini telah begitu jauh ke belakang dan membuat wajahnya terdistorsi. itulah Joel yang datang ke arahku.
Aku mulai menggedor dinding pintu masuk, yang terasa terkunci di tempatnya. Aku menjerit frustasi danakhirnya berbalik untuk menghadapi apapun itu yang sedang datang, tetapi yang kutemukan hanya pantulanku yang telah kembali normal.
Tidak ada lagi diriku yang terdistorsi di cermin. Aku menghela nafas lega secara reflek. Beberapa saat kemudian, seasuatu itu muncul dari cermin di bawahku dan mencengkeram kakiku.
Selanjutnya: Kotak Mainan Iblis (Part 3)