Kartu nama yang tertinggal di kotak suratku cukup sederhana. Font putih dengan latar belakang hitam. Tapi isi jargonnya cukup berani.
“Sekarang sudah ada hotline dalam mimpi, Silahkan hubungi untuk menghindari mimpi buruk!”
“Cukup temukan telopan putar berwarna merah dalam alam mimpimu, dan pilih nomor untuk dihubungkan. Tidur malam yang nyenyak sudah menantimu. Selamat beristirahat!”
Itu semua pasti lelucon tanpa perasaaan dari temanku, Josh. Bagaimanapun, dia adalah satu-satunya orang yang kuceritakan tentang teror malam yang kudapatkan baru-baru ini. Dia membuat ini hanya untuk lelucon murahan?
Dia tau mimpi buruk-ku adalah sesuatu yang sangat personal, karena semuanya melibatkan almarhum ayahku. Apakah dia benar-benar harus berbuar sejauh itu?
Meskipun Josh adalah pria yang lucu, dia bisa menjadi sentimental ketika waktunya tepat. Aku bertanya-tanya apakah ini bukanlah lelucon dan lebih merupakan bantuan kelegaan yang dia berikan selama masa-masa sulitku.
Apakah ini caranya memberitahuku bahwa pada akhirnya nanti akan ada jalan keluar, layaknya sebuah cahaya di ujung terowongan? Aku mencoba terhibur dengan hal ini, memilih untuk tidak menghubungi nomor tersebut yang mungkin akan tersambung ke nomornya dan menertawanku.
Betapapun pedulinya pria itu, dia sepertinya membenci momen dari hati ke hati. Terima kasih, Josh. kurasa aku membutuhkan ini.
Dengan sedikit tersenyum, aku meletakkan kartu nama itu di sakuku, mulai menjalani hari dan bersyukur untuk hari ini. Namun sayangnya, itu tidak cukup untuk menahan iblis dalam diriku untuk tetap diam.
***
Malamnya, saat istirahat, aku dibutakan oleh ingatan tentang ayahku. Sepenuhnya di luar kendaliku, pemandangan mengerikan menjadi fokus, mengulang peristiwa kematiannya. Aku tidak punya pilihan selain menanggung siksaan dan menyaksikan kejadian-kejadian yang terungkap dalam pikiranku saat itu, seperti yang sudah sering terjadi sebelumnya.
Aku masih kecil, dan kami berenang di tempat favorit kami di pinggiran kota. Kami sering memainkan permainan untuk melihat siapa yang bisa menahan nafas paling lama di bawah air. Pada saat itulah ia hilang di bawah ombak, tak pernah kembali ke permukaan untuk menghirup udara.
Tubuhnya tidak pernah ditemukan. Karena masih muda dan naif, aku yakin ada makhluk yang menyeretnya ke dasar laut. Sebagai orang dewasa, sekarang aku tahu monster itu adalah “Riptide”, sebuah arus yang sangat ganas di daerah itu yang menariknya keluar ke perairan yang belum dipetakan.
Karena fakta itu juga akhirnya otoritas lokal menutup pantai secara bersamaan, dan kelompok pencari tidak pernah memiliki kesempatan untuk menemukannya.
Aku dengan susah payah meronta-ronta saat gambar-gambar mengerikan itu muncul kembali, tetapi untungnya aku segera menemukan sesuatu yang menenangkan. Seperti malam-malam sebelumnya, sesuatu yang menenangkan itu hanya bertahan sebentar.
Mimpiku dimulai seperti biasanya. Aku menyaksikan dari bayang-bayang ketika ayahku menampakan diri di masa kecilku dan membacakan cerita pengantar tidur dengan lantang. Momen ini selalu begitu damai.
Seperti sebuah momen tenang sebelum datangnya badai. Aku sejenak menikmati nostalgia yang kurindukan itu sebelum akhirnya mengingat peristiwa mengerikan yang pasti datang setelah ini.
Saat itulah kepanikan mulai muncul.
Setelah cerita pengantar tidur selesai ia bacakan, ayahku tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Di bawah pinggangnya sekarang ada sekelompok tentakel berlendir, membasahi lantai saat dia bergerak di atasnya.
Di atas kerahnya ada fitur aneh dari kepala monster; campuran amfibi dengan pelengkap, gigi tajam, dan insang yang menonjol dari lehernya. Mulutnya terbuka pada sudut yang tidak wajar, cukup lebar untuk melahap diriku yang masih kecil. Hingga akhirnya ia menatapku, menandakan ini adalah waktu yang tepat untuk lari.
Berlarian di dalam rumah untuk melepaskan diri dari cengkeraman makhluk itu, aku merasakan sesuatu jatuh dari saku bajuku. Itu adalah kartu nama hotline dalam mimpi. Aku mengambilnya dan memeriksanya.
Rasangan visual yang kudapatkan biasanya buram dan kabur saat di dalam mimpi, tapi kartu itu aneh. Kartu itu benar-benar terlihat seperti aslinya di dunia nyata. Tak pedulu berepa kalipun akau melihat dan membaca teksnya, semua huruf yang ada disana terlihat sangat jelas.
Geraman makhluk itu semakin terdengar mendekat dari belakang.
Aku berlari ke ruang tamu. Disanalah aku melihatnya. Tepat di tempat biasa telepon rumah keluargaku berada. Telepon putar berwarna merah. Pada saat itu, aku tak ada pilihan lain untuk meyakini apa yang ada dalam kartu nama tersebut.
Meskipun disisi lain aku tahu ini hanya lelucon dari Josh, aku tetap harus mencobanya. Aku berharap apapun yang terjadi ketika aku menelepon nanti dapat menbangunkanku dari mimpi buruk ini.
Aku segera mengambil gagang telepon dan mendekatkannya ke telingaku. Ada keheningan mengerikan yang kurasakan, aku melihat kartunya lagi, dan sadar bahwa ini waktunya untuk memilih nomor.
Ternyata nomor yang berfungsi di sana hanya nomor 1 sampai 5. Aku meletakkan jariku di lubang nomor satu dan memutar telepon tersebut.
Tiba-tiba terdengar suara laki-laki dari seberang telepon.
Terima kasih telah “Terima kasih telah menelepon hotline dalam mimpi untuk melarikan diri dari mimpi buruk. Bagaimana kami bisa membantu anda? ”
Berhasil. Tanpa sadar aku berteriak lega.
“Umm… Aku harus melarikan diri dari mimpi buruk ini. Segera.”
“Pasti! Saya akan membantu Anda dengan senang hati. Mohon tunggu sebentar saya akan melihat situasi Anda. “
Suara gigi yang bergemeretak bergema di kejauhan saat makhluk itu berjalan dari kamar ke kamar, mencariku.
“Ya Tuhan! Trauma masa kecil bercampur dengan fobia monster laut. Kedengarannya tidak menyenangkan. Untungnya, ini adalah masalah yang siap kami tangani! Anda memiliki tiga pilihan; Memindahkan, Konfigurasi Ulang, dan Menghancurkan. Mau yang mana? ”
Monster itu sekarang telah mengetahui posisiku, merayap ke arahku dengan cepat saat mataku membelalak ketakutan.
“Uhh… Hancurkan! Singkirkan makhluk itu sekarang! “
“Baik. Sebentar.”
Aku menyaksikan dengan ngeri saat makhluk itu mulai menutup celah di antara kami dalam hitungan detik.
“Sepertinya akun Anda baru. Anda belum memiliki opsi untuk Mengonfigurasi Ulang atau Menghancurkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah Memindahkannya. Haruskah saya memulai opsi ini untuk Anda? ”
Versi mengerikan ayahku itu mulai mengayunkan tentakelnya ke atasku, aku nyaris kehilangan kepalaku jika aku tidak menunduk.
“Baik, Pindahkan! Lakukan sekarang!”
“Satu Pemindahan, Segera datang!”
Tiba-tiba, suara gemertak gigi monster itu berhenti. Kelembaban yang kurasakan perlahan menguap. Makhluk itu membeku di tempatnya; menjadi patung yang menyeramkan. Dan kemudian menghilang di depan mataku.
“Pemindahan berhasil. Terima kasih telah menelepon hotline dalam mimpi. Nikmati istirahatmu. ”
Berhasil. Aku tidak bisa mempercayainya. Sulit untuk dijelaskan, tapi aku merasa… lega. Gelombang kelegaan yang begitu kuat, membuatku bisa bernapas lagi. Katarsis memenuhi udara saat aku berjalan melalui versi mimpi rumah masa kecilku, bebas dari rasa bersalah yang telah kusimpan selama bertahun-tahun.
Mimpi burukku akhirnya berakhir.
***
Aku tidur sepanjang malam dan terbangun dengan segar, mengetahui bahwa entah bagaimana aku telah menerima kematian ayahku, meskipun dengan cara yang aneh.
Sinar matahari mulai masuk ke dalam ruangan saat burung di luar menyanyikan melodi yang indah, aroma makanan rumahan juga sudah memenuhi apartemenku.
Tunggu.. Tapi aku tinggal sendiri.
Aku segera berlari ke dapur untuk menemukan sumber aroma makanaan itu, dan hasilnya hampir membuatku berteriak ketika menemukan siapa yang ada disana.
Itu adalah ayahku, yang sedang memasak makanan laut untuk pesat sebanyak kurang lebih 12 orang.
“Hai, nak. Bagaimana tidurmu?”
Mulutku kaku, kesulitan untuk menjawabnya.
“Ayah… tapi… bagaimana…”
Dia tersenyum.
“Ada apa, nak? Kau terlihat seperti baru melihat hantu.”
Terkejut dan ketakutan, aku berlari ke kamar tidurku dan mengunci pintu. Itu bukan ayahku. Tidak mungkin. Dia sudah mati di bawah laut. Tidak ada yang bisa selamat di luar sana. Itu tidak mungkin.
Ponselku berbunyi, memecahkan konsentrasiku dari rasa panik. Itu adalah nomor pribadi. Aku menjawab dengan ragu-ragu.
“Halo! Ini adalah hotline dalam mimpi untuk melarikan diri dari mimpi buruk. Kami biasanya tidak melakukan panggilan di luar alam mimpi, tetapi kami melihat pesanan Pemindahan anda mengalami kesalahan . Kami di sini untuk membantu!”
“Apa… Josh? Apakah itu kamu? Apa yang sedang terjadi? Apakah ini semacam lelucon murahanmu lagi? ”
“Pemindahan terkadang tidak bisa diprediksi. Kami minta maaf atas ketidaknyamanannya. Jika anda meningkatkan ke salah satu paket premium kami, kami dapat membantu menghilangkan mimpi buruk Anda. Kami menerima semua jenis kartu kredit.”
Apakah pikiranku sudah mulai mempermainkanku sekarang ? Apakah hotline dalam mimpi itu… nyata?
“Paket perak adalah peningkatan termurah kami, memungkinkan Anda untuk Mengkonfigurasi ulang mimpi buruk Anda, tetapi tidak ada jaminan bahwa hasilnya akan lebih baik. Kami sarankan untuk membeli paket emas kami, sebuah opsi yang memungkinkan Anda Menghancurkan mimpi buruk sekali dan untuk selamanya.”
Aliran air laut mulai memasuki kamarku saat beberapa tentakel memaksa menyelinap di bawah pintu.
“Makan siang sudah siap, nak. Ayah harap kamu lapar! karena ayah begitu.”
Aku menyerahkan informasi kartu kreditku tanpa berpikir dua kali.
“Aku akan mengambil paket emasnya!”
“Cemerlang! Tolong tunggu sebentar.”
Suara ketukan di keyboard memenuhi telingaku saat ayah saya mulai menggedor pintu.
“Transaksi Anda sedang dalam antrean. Ini akan memakan waktu lima hingga tujuh hari kerja untuk memprosesnya, pada saat itu mimpi buruk Anda akan Hilang.”
LIMA SAMPAI TUJUH HARI?! APAKAH MEREKA SERIUS?
“Aku harus menunggu selama itu? Sementara itu, apa yang harus kulakukan? ”
“Terima kasih telah menelepon hotline dalam mimpi untuk melarikan diri dari mimpi buruk. Kami sangat berharap Anda hidup cukup lama untuk terus berbisnis dengan kami. Semoga berhasil.”
“Hei sialan! Tunggu Dulu!”
Hotline itupun terputus. Suara gedoran pintu kamarku semakin keras, dan air luat mulai mengalir deras ke dalam kamarku.