Besok adalah hari dimana istriku meninggal. Itu tidak akan menjadi kematian yang ia harapkan, dan itu juga bukan yang pantas dia dapatkan. Apa yang akan terjadi, adalah tindakan sederhana dan acak tanpa makna di luar perintah takdir.
Kami akan keluar berjalan-jalan, berpegangan tangan saat kami pulang dari hari yang melelahkan di tempat kerja. Begitu kami sampai di penyeberangan, teleponnya akan berdering. Itu ibunya, yang menelepon untuk memberi tahu bahwa kanker-nya kambuh lagi.
Itu tidak mengejutkan, dia sudah dalam terapi selama beberapa tahun, tetapi tubuhnya telah dirusak oleh rutinitas kemo dan radiasi sebelumnya. Berita itu, tentunya membuat Lucy, istriku sedih. Aku melhat ait mata mengalir di pipinya.
Dia mencoba untuk tetap kuat di depanku, berpura-pura dia bisa menangani itu semua. Setelah itu, ia mulai berjalan untuk menyebrang.
Apa yang tidak ia sadari adalah, bahwa selama jeda singkat tadi, lampunya telah berubah menjadi hijau. Saat dia mengambil langkah pertamanya untuk menyebrang, dia tertabrak mobil dan kepalanya dengan keras membentur tanah.
Dia meninggal karena benturan, dan paramedis tidak dapat melakukan apa pun untuk membantunya. Dalam waktu kurang dari satu detik itu, semua yang pernah kumiliki, akan diambil dariku, dan aku harus menyaksikannya hal tersebut terjadi secara langsung.
Maafkan aku Lucy..
Kematiannya adalah fakta yang sudah kuketahui sejak pertama kali kita bertemu saat masih kecil. Namun, aku tidak dapat melakukan apa pun untuk mencegah kematiannya hingga waktunya tiba, tidak peduli seberapa besar keinginanku untuk mengubah itu semua.
Dia mmebuatku berjanji, dan bersumpah untuk tidak mengatakan padanya kebenaran yang memang tak dapat terhindarkan di masa depan.
“Kita memang dibuat untuk tidak mengetahui akhirnya. Itulah yang membuat hidup ini indah.” katanya.
Tapi, itu hanyalah kata-kata yang tertulis di buku, kebohongan yang meyakinkan yang tak kuingat.
Itulah kenangan terakhir yang aku miliki tentang istriku ketika ia masih hidup. Begitu tubuhnya dimakamkan, dan aku pindah ke kota lain, aku akan melupakan bahwa dia pernah ada. Yang tersisa hanyalah lubang di hati yang tidak akan bisa kuisi sampai hari kematianku.
Karena itulah kutukanku, mengingat segala sesuatu dari masa depanku sendiri, dan tak dapat mengingat masa lalu.
Sejauh pengetahuanku, aku selalu seperti ini. Dari langkah pertama yang kuambil saat balita, dan dari kata-kata pertama yang dapat kuucapkan. Aku diberi setiap memori dari keseluruhan hidupku, bahkan hingga bagaimanan aku mati. Namun bayarannya adalah, memori itu akan hilang dari pikiranku begitu aku mengalaminya.
Semuanya terasa aneh, aku seperti menjalani hidup secara terbalik. Aku dibebani dengan pengetahuan tentang hari esok, mengetahui sepenuhnya tentang apa yang akan terjadi, namun aku tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya.
Jadi pada usia lanjut tiga puluh lima tahun, aku telah melupakan setiap detail hidupku sejak lahir hingga detik ini. Bahkan begitu kata – kata ini kutuliskan di kertas, aku akan segera melupakannya seolah-olah hanyut dalam pikiranku yang rusak.
Tapi, sebelum melanjutkan cerita ini, izinkan aku menjawab beberapa pertanyaan yang mungkin muncul di pikiranmu. seperti:
Bagaimana aku bisa menulis, jika aku lupa pernah mempelajarinya? Bagaimana aku bisa berjalan? Bagaimana aku bisa menjalin hubungan dengan orang lain, jika detail tentang mereka selalu tak dapat kuingat hari demi hari?
Untuk dua hal yang pertama, aku akan menjawab ini:
Apakah kamu ingat tentang langkah pertamamu? Tindakan belajar bagaimana berdiri dengan dua kaki, atau apakah itu hanya sesuatu yang kamu tau begitu saja bagaimana melakukannya, sebuah keterampilan yang tertanam dalam dirimu? Apakah kamu bahkan pernah berpikir sebelum berbicara, atau malah kata-kata mengalir begitu saja tanpa diproses oleh pikiranmu terlebih dahulu?
Disisi lain, ada Cinta. Sebuah emosi yang melampaui ingatan. Sangat kuat namun terkubur begitu dalam di hati kita. Bahkan dalam kasus amnesia total, yang membuat semua ingatan dalam diri seseorang hilang, Cinta masih dapat dirasakan.
Memori dan keterampilan juga tidak selalu berjalan bersamaan. Beberapa kemampuan akan tertanam di otot tubuh kita, dan melewati gerbang alam bawah sadar. Itu sebabnya aku masih merindukan ibuku, meskipun aku tidak dapat mengingat detail apapun tentang dirinya.
Dan itu jugalah sebabnya aku masih mencintai istriku, di malah terakhir hidupnya.
Kutukanku dapat dikatakan seperti amensia terbalik, dan kisah yang kuceritakan hanyalah kata-kata yang kubaca dari buku catatan. Setiap harinya, aku bangun untuk membaca peristiwa dari waktu yang tidak dapat kuingat. Tulisan tangan dicatatan itu bahkan bukan miliku, tetapi milik dua orang yang berbeda.
Kumpulan cerita pertama, mulai dari masa kanak-kanak, hingga pertengahan dua puluhan, ditulis oleh ibuku. Dia adalah orang yang brilian, cepat bertindak, dan sangat pintar. Dia memperhatikan sesuatu yang aneh tentang diriku di usia yang sangat muda, begitu aku mulai meramalkan hal-hal yang belum terjadi.
Kejadian pertama terjadi saat aku berumur lima tahun. Itu adalah rengekan yang tidak berbahaya dan terdengar bodoh. Aku tidak ingin keluar karena badai. aku takut petir akan menerpa kami selama piknik yang telah kami rencanakan.
Ibuku tentu saja bingung, karena piknik kami sudah dijadwalkan besok dan laporan cuaca dengan yakin mengatakan bahwa hari itu tidak akan dihadiri apa-apa kecuali sinar matahari.
Kemudian esok paginya, ibuku terkejut melihat apa yang kubicarakan menjadi kenyataan. Bingung, tapi tetap skeptis, dia menuliskannya di buku hariannya sendiri sebagai sebuah keanehan.
Setahun kemudian, ibuku menemukanku menangis di kamar. Aku menangis karena kucing kami mati. Dia duduk dan mulai menghiburku. Memang, hewan peliharaan kami sudah tua, tetapi dia terlihat sangat sehat, bahkan ia sempat masuk ke kamarku seolah-olah memeriksa keributan apa yang sedang terjadi.
Sebulan kemudian, kucing itu mati dengan damai dalam tidurnya.
Seiring bertambahnya usia, aku dengan cepat belajar untuk memisahkan masa lalu dan masa depan. Ibuku sangat membantuku dalam hal tersebut, dan dia tau bahwa hidupku akan menjadi hidup yang rumit dan penuh tantangan.
Karena itu juga, aku jadi kesulitan berteman. Saat itu, istriku, Lucy tinggal di sebelah, dan bahkan dia menyadari ada yang aneh denganku. Bagi pikiran mudanya, itu tampak lebih sebagai kekuatan super daripada kutukan, dan dia dengan penuh semangat berjanji untuk membantu menjaga rahasiaku.
Apakah kemampuanku adalah hadiah, atau kutukan, ibuku selalu mencintaiku. Jadi dia selalu mengambil tanggung jawab untuk menuliskan apapun yang telah kami lewati. Dengan begitu hidupku, meski tidak dapat kuingat, tapi juga tidak dapat dilupakan.
Dia melakukan yang terbaik, untuk membuat hidupku se”normal” mungkin. Namun, terlepas dari upaya terbaiknya, itu tetaplah perjalanan yang menyakitkan bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi juga bagi mereka yang mencintaiku. Tapi ibuku tidak pernah menyalahkanku, lagipula, ini semua memang bukan keinginanku.
Tapi, seperti yang akan dialami semua orang, ibuku meninggal …
Kejadian itu adalah sesuatu yang tidak dapat kuingat dengan benar, tetapi emosi yang terkait disana tetap melekat di hatiku.
Saat itu adalah ulang tahunku yang kedua puluh dua, dan kami telah memesan meja di restoran yang cukup mewah. Apakah makanannya enak atau tidak, aku tak ingat. Yang aku tahu, pada hari itu, hujan turun.
Di jalan yang licin, ibuku mengemudi. Saat dia berbelok di tikungan yang berkabut, dia ditabrak oleh seorang pengemudi mabuk yang bahkan tak dapat menginjak rem mobilnya. Ibuku meninggal saat itu, pada hari ulang tahunku, dan aku tidak bisa menerimanya.
Jadi aku mengalim sesuatu yang mengerikan… karena mengubahnya.
Itulah hari di mana aku mempelajari kutukanku yang sebenarnya. Aku melakukan semua yang kubisa untuk meyakinkan ibuku agar tidak pergi. Aku memintanya untuk tinggal di rumah, mengancamnya bahwa aku tidak akan muncul pada hari ulang tahunku jika dia menginjakkan kaki ke luar rumah.
Berkat desakan ku, ibu setuju untuk tetepa tinggal di rumah. Dia tahu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, dan dia tidak mendesak lebih akan masalah tersebut.
Akhirnya kami menghabiskan malam dengan menonton film, kesenangan yang sebenarnya tidak ada artinya bagi seseorang seperti yang tidak dapat mengingat detailnya, tetapi aku tetap gembira. Aku pikir saya telah mengubah jalannya sejarah.
Ibuku tidak pernah keluar rumah, dan akibatnya, dia tidak pernah ditabrak oleh pengemudi yang mabuk itu. Tapi, itulah lucunya nasib, tidak ada yang bisa menghentikannya. Pada akhirnya, usahaku tidak membuahkan hasil… karena ibuku memang sudah seharusnya meninggal.
Malam itu, jiwa, roh, esensi, atau apapun sebutanya, telah lenyap. Waktunya telah tiba, dan meskipun aku telah menghalangi kematian tubuh fisiknya, dia tetap diambil dariku.
Aku baru menyadari hal tersebut keesokan paginya. Aku tahu ada yang tidak beres ketika menemukannya duduk di tepi tempat tidurnya, namun tidak responsif dengan apapun. Tak ada dokter yang bisa menjelaskan, karena semua kondisi vitalnya baik-baik saja. Secara fisik ia sehat, namun jiwanya sudah tak ada.
Hari itu aku belajar bahwa aku tidak dapat menyelamatkan siapa pun yang telah menjadi korban penghakiman takdir yang kejam. Pada akhirnya, setiap kali aku mencoba melakukannya, itu hanya memperburuk keadaan.
Bagian terburuknya adalah, aku tidak pernah benar-benar mengetahui bagaimana kematian ibuku seharusnya terjadi, itulah satu-satunya kenangan masa lalu yang masih kuingat. Padahal seharusnya kutukanku tidak berjalan seperti itu.
Dalam memoriku, dia dipukul oleh pengemudi mabuk, tetapi menurut setiap dokumen kematian yang ada, dia menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dalam keadaan koma, sekarat hingga tubuhnya akhirnya menyerah.
Pada saat ibuku meninggal, pacarku telah mengetahui tentang kutukanku selama bertahun-tahun, dan mengambil alih tugas dalam mencatat hidupku. Setiap peristiwa, penting atau kecil, dituliskan ke dalam buku catatan yang sama yang dibawa ibu saya selama bertahun-tahun.
Sampai hari ini, aku tidak tahu apa yang telah kulakukan sehingga pantas mendapatkan wanita yang luar biasa ini. Meski hidupku rumit, dia tetap mencintaiku. Rasanya aneh sekali, setelah mengenal satu sama lain sejak kecil, saat dia mengenalku, aku malah mulai melupakannya.
Saat kami pertama kali bertemu, aku tahu kami akan menikah suatu hari nanti. Tentu saja aku melakukannya, aku sudah memiliki setiap memori yang tersimpan di pikiranku meskipun kami belum melakukannya.
Mungkin itu jugalah yang memungkinkanku untuk bertindak lebih percaya diri daripada diriku yang sebenarnya, atau mungkin takdir memang berperan dalam hubungan kami, aku tidak tahu. Tapi, saat kami memasuki memon dimana rasa suka itu bertebar, kami mulai berkencan.
Bersama-sama, kami berbagi semua pengalaman pertama kami. Meskipun sekarang aku tidak ingat satu pun dari hal itu, aku tetap dapat mengingat perasaan yang terkait dengan setiap peristiwa tersebut.
Aku mencintainya dengan sepenuh hati, meskipun kehilangan beberapa kenangan yang aku miliki tentangnya setiap hari.
Yang membawa kita hingga ke hari ini…
Malam ini, kita tidak akan bisa tidur. Dia tidak akan tahu mengapa, tapi sesuatu akan mengganggu pikirannya. Kita akan begadang, berbicara, dan mengenang masa-masa yang telah lama berlalu.
Aku tidak akan melemah, aku tidak akan menangis, dan aku tidak akan membiarkan dia tahu apa yang akan terjadi. Dia hanya akan menulis catatan terakhirnya ke dalam bukuku, dan kemudian kita akan tertidur dalam pelukan satu sama lain.
Aku tidak bisa mencegah kematiannya, aku tidak ingin dia mengalami nasib yang sama seperti ibuku, dan begitu dia pergi, tidak akan ada lagi yang tersisa yang akan melanjutkan ceritaku.
Setiap hari akan berlalu seperti biasanya, dan aku akan melupakannya. Ditakdirkan untuk mengembara di dunia ini sendirian, aku tidak dapat melakukan apa pun kecuali menunggu kematianku nanti.
Itulah mengapa aku menulis ini sekarang, karena istriku sedang tidur di sampingku. Aku ingin dunia tahu apa yang tidak bisa kulakukan. Aku membutuhkan seseorang untuk mengingat ceritaku, untuk mengingat bahwa aku pernah berada disini.
Aku tidak menyesal hidupku, karena terlepas dari segala rintangan, itu adalah hidup yang bahagia, yang dipenuhi dengan cinta meskipun ingatanku hilang setiap harinya. Dan meskipun aku tahu aku akan lupa pernah menulis cerita ini, tapi aku tahu aku telah meninggalkan jejak di suatu tempat.
Hidup bukanlah suatu kepastian, jangan menganggap hari esok akan selalu ada. Karena mungkin itu tidak akan pernah datang. Selamat tinggal.